jpnn.com, JAKARTA - Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi menyebut nalar publik harus tetap sehat setelah rezim Prabowo Subianto menetapkan Presiden kedua RI Soeharto sebagai pahlawan.
"Dengan penetapan pahlawan nasional 2025, nalar publik harus tetap dipelihara," kata dia kepada awak media, Rabu (12/11).
Sebanyak sepuluh tokoh ditetapkan sebagai pahlawan oleh pemerintahan era Prabowo di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/10).
Tiga di antaranya Presiden keempat RI Abdurahman Wahid atau Gus Dur, aktivis Marsinah, dan Soeharto.
Hendardi mempertanyakan nalar pemerintah ketika menetapkan Marsinah dan Soeharto sebagai pahlawan secara bersamaan.
Sebab, kata dia, Marsinah menjadi aktivis buruh yang kritis dan tewas saat rezim Orde Baru yang dipimpin Soeharto.
"Mana mungkin, Marsinah dan Soeharto menjadi pahlawan pada saat yang bersamaan. Marsinah adalah aktivis buruh yang dihilangkan nyawanya oleh rezim pemerintahan saat itu yang dipimpin dan dikuasai sepenuhnya oleh Soeharto," kata Hendardi.
Dia mengatakan publik tentu tak mempersoalkan gelar pahlawan untuk Soeharto jika eks Pangkostrad itu tak kejam selama memimpin negara.







































