jpnn.com, KUANTAN SINGINGI - Sorak sorai masyarakat di Tepian Narosa, Teluk Kuantan, Riau, memuncak saat Jalur Raga Bhayangkara turun gelanggang untuk pertama kalinya pada Festival Pacu Jalur Tradisional 2025.
Di tengah deru suara gondang dan riuh penonton, jalur dari Desa Sungai Pinang, Kecamatan Hulu Kuantan, tampil berbeda membawa pesan kuat tentang pentingnya menjaga lingkungan.
Di badan jalur, terpampang jelas gambar Gajah Domang, ajakan Save TNTN (Taman Nasional Tesso Nilo), hingga peringatan tegas agar masyarakat tidak lagi melakukan aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI).
Pesan-pesan itu seolah menyatu dengan gerakan dayung para anak pacuan, menggema di hadapan ratusan ribu pasang mata yang hadir di Tepian Narosa.
Nama Jalur Raga Bhayangkara sendiri lahir dari gagasan Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan.
Seruan melindungi lingkungan itu bahkan disaksikan oleh Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka, Menteri Pariwisata, dan Menteri Kebudayaan.
Kemudian Dubes dari Banglades, Fiji, Rwanda, Bosnia Herzegovina, Mozambik, perwakilan PBB, Serbia, Bulgaria, Malaysia, Kenya, Azerbaijan, Uni Emirate Arab, Yordania, dan Angola.
Program JALUR (Jelajah Riau untuk Rakyat) yang ia usung bukan sekadar akronim, melainkan filosofi pelayanan publik, pelestarian budaya, sekaligus penghormatan terhadap sejarah peradaban Melayu di Bumi Lancang Kuning.