jpnn.com, JAKARTA - Tulisan ini diawali dengan sebuah kisah nyata di sebuah desa di Kabupaten Garut, yang menerima kunjungan sekelompok mahasiswa dengan misi mulia: memberdayakan masyarakat melalui program yang berorientasi pada kesejahteraan dan kemandirian.
Kunjungan ini bukan sekadar persinggahan singkat, melainkan dedikasi berbulan-bulan untuk tinggal bersama warga, merasakan kehidupan mereka, memahami tantangan yang dihadapi, serta merancang solusi yang realistis dan berkelanjutan.
Sejak awal kedatangan, para mahasiswa menyadari bahwa desa ini memiliki potensi besar, tetapi terhambat oleh keterbatasan ekonomi. Mayoritas warganya bekerja sebagai buruh tani dan petani kecil dengan penghasilan tidak menentu.
Akibatnya, kesadaran dan praktik zakat di desa masih rendah, bukan karena kurangnya niat, tetapi karena keterbatasan ekonomi yang membuat mereka sulit berzakat dalam jumlah besar.
Dari kondisi ini lahirlah sebuah ide sederhana, namun penuh makna: Celengan Warga. Para mahasiswa memperkenalkan konsep ini sebagai langkah awal untuk membangun kesadaran dan kebiasaan berbagi di tengah masyarakat.
Pendekatan ini bersifat inklusif, tanpa membebani warga dengan target besar, melainkan mengajak mereka berkontribusi sesuai kemampuan. Setiap keluarga diberikan celengan kecil sebagai tempat menabung sebagian kecil dari penghasilan mereka, tanpa paksaan dan tekanan.
Pendekatan ini mendapat respons positif dari warga. Mereka merasa dihargai karena tidak dipaksa untuk langsung mengeluarkan zakat dalam jumlah besar, melainkan diajak secara bertahap menyadari pentingnya berbagi.
Bahkan, para pembimbing mahasiswa mengapresiasi konsep ini karena selaras dengan prinsip keberlanjutan: membangun perubahan dari kesadaran individu, bukan sekadar memenuhi kewajiban.