jpnn.com, JAKARTA - Advokat sekaligus Wakil Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI Angkatan XLIX (IKAL 49), Dr. Widodo Sigit Pudjianto, menilai jabatan wakil kepala daerah—baik wakil gubernur, wakil bupati, maupun wakil wali kota—sudah tidak relevan di masa kini.
Dalam wawancara via sambungan telepon, Minggu (2/11/2025), da menegaskan bahwa posisi tersebut tidak diamanatkan oleh UUD 1945 dan justru menimbulkan inefisiensi birokrasi serta pemborosan anggaran.
“Alasannya secara yuridis tidak diperintahkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 18 ayat 4 berbunyi, ‘Gubernur, Bupati, dan Wali Kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah dipilih secara demokratis.’ Jadi, tidak ada perintah tentang wakil,” ujar Widodo.
Mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri itu menjelaskan, posisi wakil kepala daerah hanya muncul sebagai turunan administratif dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyebut kepala daerah dapat dibantu oleh wakil, bukan harus.
“Artinya tidak ada perintah, tapi seolah dipaksakan,” tambahnya.
Widodo mengutip data Kementerian Dalam Negeri era Gamawan Fauzi yang menunjukkan 95 persen kepala daerah dan wakilnya pecah kongsi di tengah masa jabatan.
“Kalau pecah kongsi artinya berantem. Kalau berantem memangnya ada kontribusinya? Nol. Wakil kepala daerah itu menerima pekerjaan di-order dari kepala daerah, tidak ada pembagian kewenangan yang jelas,” ujarnya.
Dari sisi anggaran, Widodo menilai keberadaan jabatan ini justru memberatkan daerah.







































