jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XII DPR RI Fraksi Golkar Beniyanto Tamoreka menegaskan keputusan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencabut atau menghentikan sementara 190 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di seluruh Indonesia, termasuk 15 perusahaan di Sulawesi Tengah harus menjadi momentum perbaikan tata kelola pertambangan dan pemulihan lingkungan yang berkelanjutan.
Menurut Beniyanto, izin pertambangan bukan sekadar dokumen legal untuk mengeksploitasi sumber daya alam, tetapi kontrak moral dan hukum yang memuat kewajiban reklamasi serta pemulihan lingkungan pascaoperasi.
“Izin pertambangan bukan hanya hak untuk mengeksplorasi sumber daya alam, tetapi juga tanggung jawab hukum dan moral untuk memulihkan lingkungan. Perusahaan tidak bisa hanya mengambil manfaat ekonomi, sementara kewajiban reklamasi diabaikan,” ujar Beniyanto Tamoreka di Jakarta, Kamis (25/9).
Dia menegaskan pencabutan atau penghentian sementara izin hanya akan memiliki arti jika diikuti langkah nyata dari perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban reklamasi sesuai regulasi.
DPR meminta agar setiap perusahaan yang terkena sanksi dalam jangka waktu 60 hari wajib menyampaikan rencana reklamasi yang jelas, mulai dari aspek teknis, pendanaan, jadwal pelaksanaan, hingga mekanisme pengawasan independen.
“Apabila dalam 60 hari tidak ada komitmen dan tindak lanjut yang sesuai ketentuan, DPR meminta pemerintah melakukan evaluasi total terhadap izin perusahaan tersebut, termasuk opsi pencabutan permanen atau moratorium izin agar ada kepastian hukum dan perlindungan lingkungan,” tegas Beniyanto.
Dia juga mendorong pemerintah pusat dan daerah memperkuat sinergi pengawasan, mulai dari audit lingkungan, pemantauan lapangan, hingga pelaporan publik secara transparan.
Menurutnya, masyarakat di sekitar wilayah tambang harus mendapat akses terhadap informasi progres reklamasi, sehingga tidak ada ruang bagi perusahaan untuk mengabaikan tanggung jawab ekologisnya.