jpnn.com, JAKARTA - Jawa Timur (Jatim), provinsi yang dikenal kaya akan keindahan alam dan keanekaragaman hayati, kini menghadapi tantangan serius terhadap kelestarian hutannya.
Dengan luas hutan mencapai sekitar 1,3 juta hektare lebih, provinsi ini berpotensi menjadi wilayah yang mengalami bencana ekologis jika kerusakan hutan tidak segera ditangani.
Belajar dari bencana di Sumatra --Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat--, pemerintah hingga masyarakat Jatim diingatkan untuk selalu waspada.
Profesor Abdul Hamid, di samping sebagai ketua dewan pakar periset Korwil Jatim juga sebagai peneliti utama di BRIDA (Badan Riset dan Inovasi Daerah) Jawa Timur menegaskan “Jawa Timur berada pada titik kritis. Kita harus menjaga alam sekarang juga. Jangan sampai kita mengulang kesalahan yang terjadi di Sumatra Barat, Medan, dan Aceh. Di sana, kerusakan hutan yang parah telah menyebabkan banjir bandang, tanah longsor, dan kerugian yang besar bagi masyarakat.”
Data terbaru dari Dinas Kehutanan Jawa Timur menunjukkan, pada tahun 2022, luas hutan yang rusak mencapai 9.500 hektare lebih, naik 20 persen dibanding tahun sebelumnya.
Aktivitas illegal logging, perambahan lahan pertanian, dan kebakaran hutan menjadi faktor utama yang mempercepat degradasi lingkungan ini.
“Kerusakan hutan bukan hanya angka statistik. Setiap pohon yang hilang berarti kemampuan alam untuk menahan air hujan, menyerap karbon, dan menjaga keseimbangan ekosistem berkurang,” ujar Profesor Abdul Hamid.
“Dampaknya langsung terasa dalam bentuk banjir, longsor, dan kekeringan. Kualitas air dan udara juga menurun, yang pada akhirnya memengaruhi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat,” ujar Prof Abdul Hamid.











































