jpnn.com - Analis komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio (Hensa) merespons manuver sukarelawan PROJO yang menyatakan ingin bergabung dengan Partai Gerindra sekaligus mengganti logo siluet wajah Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
Dia menilai langkah ini tidak bisa dilihat sebagai perpisahan biasa, melainkan strategi Jokowi untuk menyusupkan pengaruhnya ke tubuh Gerindra.
"Terlalu biasa kalau kemudian kita percaya bahwa PROJO berseberangan dengan Jokowi. Dalam politik, segala sesuatu yang terlalu kelihatan itu bisa jadi hanya pertunjukan, drama-drama. Politiknya ada di belakang," kata Hensa dalam video yang diunggah melalui akun @satriohendri di X, Senin (3/11).
Founder dari Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia KedaiKOPI ini menjelaskan, bisa jadi ini merupakan strategi di depan publik di mana Projo tampak berpisah dari Jokowi.
Namun, dia mengingatkan catatan sejarah Projo yang pernah "ngambek" dan mengancam bubar, tetapi akhirnya selamat karena Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi diangkat jadi Wakil Menteri Desa saat itu.
"Bisa jadi seolah-olah dibuat mereka berpisah. Padahal itu adalah sebuah strategi untuk memperkuat ide Jokowi sebelumnya, Prabowo-Gibran 2 periode," kata Hensa.
"Sekarang kan ada Menkeu Purbaya, ada tokoh-tokoh yang lain yang siap menyaingi Gibran sebagai pendamping Pak Prabowo. Pak Jokowi ahli, kan, dalam politik. Jadi, kalau hal-hal seperti ini dianggap wah ini mereka berseberangan. Pikir lagi," pungkas Hensa.
Diketahui, Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi mengatakan pihaknya akan melakukan transformasi pada organisasi sukarelawan itu. Salah satunya ialah dengan mengganti logo yang semula wajah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).






































