Akademisi Soroti RKUHAP, Khawatir Jadi Instrumen Represi

4 hours ago 3

Akademisi Soroti RKUHAP, Khawatir Jadi Instrumen Represi

Facebook JPNN.com LinkedIn JPNN.com Whatsapp JPNN.com Telegram JPNN.com

Diskusi bertema “Menimbang Konstitusionalitas RKUHAP: Prosedur Modern atau Instrumen Represi?”, Rabu (25/6). Foto: Source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menuai kekhawatiran sejumlah akademisi karena dinilai berpotensi menjadi instrumen represi oleh aparat penegak hukum. Dominasi penyidikan oleh kepolisian dan pengaturan upaya paksa menjadi sorotan utama yang dikhawatirkan melemahkan prinsip-prinsip perlindungan hak asasi manusia.

Ketua Pusat Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi menilai bahwa upaya penyederhanaan penyidikan dalam RKUHAP berisiko mengabaikan kekhususan dalam penanganan tindak pidana tertentu.

"Kita ada pidana khusus, lingkungan misalnya, penyidikannya itu perlu scientific evidence. Setahu saya, di KLHK penyidiknya lulusan biologi. Kalau disentralisasi ke Bintara tamtama lulusan SMA, pasti tidak akan sanggup. Ini mau disentralisasi generalis," kata Fachrizal dalam diskusi daring bertema “Menimbang Konstitusionalitas RKUHAP: Prosedur Modern atau Instrumen Represi?”, Rabu (25/6).

Ia juga menyoroti bahwa mekanisme penyidikan yang diwajibkan hanya oleh Polri justru akan membuat proses menjadi tidak efisien.

“Kalau koordinasi saja tidak apa. Tetapi kalau mau BAP itu harus penyidik Polri, saya kira itu menjadi tidak efisien karena penyidik Polri selanjutnya akan ke penuntut umum. Dua kali kerja ini,” tambahnya.

Fachrizal menekankan perlunya Indonesia mencontoh reformasi hukum acara pidana di India melalui Bharatiya Nagarik Suraksha Sanhita (BNSS) 2023. Dalam sistem tersebut, jaksa berperan sejak awal dalam penyidikan dan bertugas menilai kelayakan perkara melalui Directorate of Prosecution, serta wajib mempertimbangkan pendapat korban sebelum perkara dihentikan.

“Indonesia harus belajar dari pendekatan ini. Memperkuat fungsi dominus litis jaksa sebagai pengendali perkara dan tidak membiarkan proses penyidikan sepenuhnya dikendalikan oleh kepolisian tanpa mekanisme pengawasan yang jelas,” ujarnya.

Terkait penyelidikan, Fachrizal menilai pengaturan dalam Pasal 16 RKUHAP terlalu luas dan menyerupai upaya paksa. Ia mengkritisi tindakan seperti pengawasan dan wawancara dalam tahap penyelidikan yang dilakukan tanpa pendampingan hukum.

Mekanisme penyidikan yang diwajibkan hanya oleh Polri justru akan membuat proses menjadi tidak efisien.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Read Entire Article
| | | |