jateng.jpnn.com, JEPARA - Rencana pembangunan peternakan babi modern di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Jateng) memicu penolakan dari sejumlah kalangan masyarakat, terutama yang berlatar belakang Islam.
Namun, pandangan perspektif keberagaman dan minoritas juga mengajak publik untuk melihat persoalan ini dari sudut pandang yang lebih luas.
Manager Program Yayasan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) Tri Noviana menilai konteks keberagaman di Jepara seharusnya menjadi pertimbangan penting dalam menanggapi polemik ini.
Dia menyebut meski mayoritas penduduk Jepara beragama Islam, wilayah ini juga dihuni oleh ribuan pemeluk agama lain yang sah secara konstitusional.
"Sebenarnya, kan, kalau bicara konteks Kabupaten Jepara itu, kan, beragam ya. Memang Islam mayoritas, tetapi ada agama-agama yang lain, misalnya Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, bahkan penghayat kepercayaan juga ada. Dengan total jumlahnya itu lumayan," kata Noviana dikontak JPNN.com, Selasa (5/8).
Mengacu pada data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Jepara dari 1.203.687 total penduduk, sebanyak 22.733 orang beragama Kristen, 1.040 beragama Katolik, 432 Hindu, 4.194 Buddha, 5 penganut Konghucu, dan 47 penghayat kepercayaan. Sementara umat Islam tercatat sebanyak 1.255.228 orang.
Dalam konteks ini, menurutnya, keberatan terhadap keberadaan peternakan babi sebaiknya tidak hanya dilihat dari perspektif satu kelompok agama saja.
"Memang umat muslim dilarang untuk makan babi. Namun, itu, kan, di ranahnya teman-teman muslim. Kalau bicara soal agama, tidak perlu dicampur adukan antara ranah privat maupun kebijakan," ujarnya.