jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) mengambil sikap tegas dalam
kasus kekerasan seksual oleh mantan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) di lingkungan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin (RSUP RSHS) Bandung pada Maret 2025.
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto menegaskan, tidak ada toleransi terhadap segala bentuk kekerasan termasuk kekerasan seksual, khususnya di lingkungan pendidikan tinggi dan layanan kesehatan.
"Peristiwa ini telah mencederai kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan kedokteran dan rumah sakit sebagai tempat belajar serta pusat pelayanan," kata Menteri Brian dalam konferensi pers, Senin (21/4/2025).
Dia menambahkan, apa pun bentuk kekerasannya, harus ditindak tegas, baik secara akademik, administratif, maupun hukum. Kasus ini bukan peristiwa individual semata, tetapi harus menjadi peringatan keras bahwa sistem pendidikan kedokteran harus diperkuat dan diperbaiki.
Kekerasan, terlebih yang terjadi dalam relasi kuasa di pendidikan profesi, tidak boleh dinormalisasi, sambung Menteri Brian.
Kemdiktisaintek menekankan bahwa pencegahan dan penanganan kekerasan dalam pendidikan kedokteran adalah tanggung jawab bersama antara kampus dan rumah sakit pendidikan (RSP).
Hal ini sejalan dengan amanat Permendikbudristek No. 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi, yang menyatakan bahwa kedua institusi wajib membangun lingkungan belajar yang aman, etis, dan profesional.