jpnn.com, JAKARTA - Kenaikan tarif pajak bumi dan bangunan (PBB) di sejumlah daerah memicu banyak protes, sepeti di Pati dan Semarang Jawa Tengah serta Cirebon, Jawa Barat.
Kenaikan tarif PBB di Pati sebesar 250 persen, Semarang 400 persen, hingga Cirebon sebesar 1.000 persen.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adinegara mengatakan kenaikan tarif PBB berkaitan erat dengan dana Makan Bergizi Gratis (MBG).
"Karena efisiensi anggaran pemerintah salah satunya dialokasikan untuk kebutuhan dana MBG, sementara target efisiensi adalah pengurangan dana transfer daerah. Akibatnya pemda kebingungan cari penerimaan dan berakhir jalan pintas naikkan tarif PBB," ungkap Bhima kepada JPNN.com di Jakarta, Kamis (21/8).
CELIOS mencatat tren rasio pajak masih stagnan dan terbilang rendah dengan capaian kuartal I (Q1) 2025 hanya sebesar 7,95 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Kondisi aktual telah merosot dari kinerja 2024 yang memiliki rasio pajak sebesar 10,8 persen. Pencapaian tersebut terpaut jauh dari target
rasio pajak yang sempat dijanjikan sebesar 23 persen. Bahkan dalam 3 tahun terakhir, persentase penerimaan perpajakan periode Januari-Mei 2025 turun signifikan sebesar 47,4 persen. Proyeksi penerimaan negara dalam jangka panjang juga memberi sinyal yang kurang menggembirakan.
Menurut Bhima, anjloknya penerimaan negara membuat Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memangkas anggaran transfer ke daerah (TKD) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Dalam RAPBN 2026, anggaran TKD ditetapkan sebesar Rp 650 triliun, terkoreksi sebesar 24,8 persen dari proyeksi TKD 2025 sebesar Rp864,1 triliun.