jpnn.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tengah mengguncang dunia dengan kebijakannya tentang tarif masuk barang impor ke negerinya. Kebijakan itu berpengaruh pada barang produksi Indonesia yang diimpor ke AS.
Lantas, apa yang perlu Indonesia lakukan? Untuk menjawab itu, kita perlu secara cermat mengamati perkembangan dunia yang terus berubah.
Ketika semua institusi global tidak bisa diandalkan karena tak efektif lagi, sementara rules-based global order yang menjaga stabilitas hubungan internasional sejak berakhirnya Perang Dunia II pun makin diabaikan, maka setiap negara akan membentengi kepentingan nasionalnya.
Persaingan kekuatan dunia akan terus meruncing, sedangkan ketegangan antarnegara menghadirkan masa depan yang semakin tak pasti.
Akibatnya, setiap negara menjadi inward-looking. Definisi kawan dan lawan makin kabur karena yang ada hanyalah upaya mengamankan kepentingan dalam negeri.
Donald Trump menjalankan strategi America First. Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Xi Jinping membalasnya dengan China First.
Semua negara akan menyatakan 'my country first' ketika lingkungan eksternal tak bisa diandalkan lagi. Maka, harapan yang tersisa ialah menjaga dan memperkuat ketahanan dalam negeri.
Hubungan Amerika dengan semua mitra dagangnya, termasuk Indonesia, akan tetap terdampak tarif yang tinggi. AS di bawah kepemimpinan Trump akan secara tegas melakukan retaliasi terhadap semua negara yang menikmati surplus perdagangan dengannya.
Oleh karena itu, kita pun perlu kembali menjalankan strategi Indonesia First yang sebetulnya sudah dimulai di masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Jauh sebelum Donald Trump menjalankan kebijakan America First, kita sudah terlebih dahulu menjalankan strategi Indonesia First dengan membentuk posisi Menteri Muda Urusan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri di kabinet Pembangunan IV (1983-1988).
Strategi Indonesia First itu sebetulnya bukan barang baru. Sejak era Presiden Soekarno pun sudah ada rencana untuk menciptakan Indonesia yang 'berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan' atau yang dikenal sebagai konsep Trisakti.
Namun, kita sebagai bangsa terlalu lama lupa berdiri di atas kaki sendiri sehingga guncangan yang terjadi di luar negeri selalu saja menggoyang stabilitas perekonomian kita. Ternyata kita mengabaikan strategi penguatan pasar dalam negeri.