jpnn.com, JAKARTA - Distribusi Liquefied Petroleum Gas (LPG) di wilayah bencana jauh lebih sulit dibandingkan bahan bakar minyak (BBM).
Pengamat ekonomi Willy Arafah mengatakan kompleksitas akses jalan darat yang rusak atau terputus serta faktor keamanan menjadi penyebab utama lambatnya penyaluran LPG saat terjadi bencana alam seperti yang terjadi di Provinsi Aceh.
Selain itu, infrastruktur untuk penyimpanan dan pengisian LPG yang lebih khusus dan terbatas, sehingga ketika ada kerusakan, pasokan LPG bisa terhambat secara signifikan.
“LPG memerlukan penanganan yang lebih hati-hati karena risiko kebakaran yang lebih tinggi, yang membuat proses distribusinya menjadi lebih rumit,” kata Willy dikutip Senin (15/12.
Guru Besar Universitas Trisakti itu menjelaskan perbedaan mendasar dalam rantai pasok LPG dan BBM.
Pertama, distribusi LPG memerlukan fasilitas penyimpanan dan pengisian khusus, seperti tangki gas dan terminal yang dirancang untuk menangani gas bertekanan.
Menurut Willy, jika infrastruktur ini mengalami kerusakan, distribusi LPG dapat terhambat secara signifikan.
“Sebaliknya, BBM dapat disimpan dan didistribusikan melalui berbagai jenis fasilitas yang lebih umum, seperti SPBU, yang lebih mudah diakses dan jumlahnya lebih banyak,” jelas Willy.











































