Deconstitute dan Mahasiswa Unas Menggugat UU Bahasa di MK, Begini Alasannya

1 month ago 42

Deconstitute dan Mahasiswa Unas Menggugat UU Bahasa di MK, Begini Alasannya

Facebook JPNN.com LinkedIn JPNN.com Whatsapp JPNN.com Telegram JPNN.com

Mahasiswa FH Unas bernama Devi Ramadhani, Yanhar Mizam, Agung Ramadhan dan Anandhita Sandryana sebagai dan DECONSTITUTE sebagai ormas berbadan hukum saat Sidang pertama pengujian undang-undang di MK pada Selasa (12/8/2025). Foto: Source for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Democracy, Economic & Constitution Institute (DECONSTITUTE) dan empat orang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nasional (UNAS) menggugat Pasal 31 UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan (UU Bahasa) ke Mahkamah Konstitusi.

Sidang pertama pengujian undang-undang ini digelar pada Selasa (12/8/2025 tercatat dengan nomor perkara 127/PUU-XXIII/2025.

Para pemohon yang dipimpin Harimurti Adi Nugroho selaku Direktur Eksekutif DECONSTITUTE dan juga kuasa hukum dari para pemohon, menguji frasa "wajib digunakan" dalam Pasal 31 Ayat (1) UU No. 24 Tahun 2009 karena dinilai telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan terbukti melahirkan beragam tafsir di masyarakat.

Dalam sidang pendahuluan Perkara Nomor 127/PUU-XXIII/2025 tersebut, para pemohon memaparkan dalil-dalil pokok permohonannya yang berfokus pada ambiguitas makna dari frasa "wajib digunakan" dalam kewajiban penggunaan Bahasa Indonesia untuk perjanjian dengan pihak asing.

Dalam perkara ini, terdapat lima pihak yang menjadi pemohon, yakni Devi Ramadhani, Yanhar Mizam, Agung Ramadhan dan Anandhita Sandryana sebagai mahasiswa UNAS, serta DECONSTITUTE sebagai ormas berbadan hukum.

“Sidang hari ini adalah momentum penting untuk menguji norma yang selama ini menimbulkan ketidakpastian hukum di masyarakat. Ini juga penting untuk menegakkan kedaulatan bahasa negara sesuai amanat konstitusi UUD45 pasal 36 dan memperkuat nilai nasionalisme,” ujar Harimurti seusai sidang.

Harimurti menambahkan ketidakpastian hukum ini dapat dilihat dari data empiris yang menunjukkan adanya variasi putusan pengadilan dalam memaknai Pasal 31 UU No. 24 Tahun 2009.

Berdasarkan penelitian periode 2015-2021, dari 10 kasus yang dianalisis, terdapat 13 entri putusan dengan hasil yang beragam: sebagian menyatakan perjanjian "Batal Demi Hukum", sementara lainnya menyatakan "Sah dan Mengikat" atau "Pengadilan Tidak Berwenang". “Argumentasi kami kuat dan didukung oleh data empiris” kata Harimurti.

DECONSTITUTE dan empat orang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nasional (UNAS) menggugat Pasal 31 UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Read Entire Article
| | | |