jatim.jpnn.com, SURABAYA - Sebuah pertunjukan seni bertajuk Bagong Crying Soul digelar di Dian Auditorium Universitas Ciputra, Jumat (13/6) malam. Acara itu menjadi ruang ekspresi bagi kegelisahan dan luka batin yang kerap tersembunyi dalam diri generasi muda, khususnya Gen Z.
Pertunjukan yang disutradarai Dosen International Business Management Universitas Ciputra Henry Susanto Pranoto itu melibatkan mahasiswa Universitas Ciputra dan siswa Sekolah Citra Berkat Surabaya. Mereka telah melakukan persiapan selama satu semester penuh.
Bagong Crying Soul bukan hanya tontonan, tetapi seruan kepedulian terhadap meningkatnya kasus kesehatan mental di kalangan remaja. Data WHO menyebutkan 1 dari 7 remaja usia 10–19 tahun mengalami gangguan mental.
Di Indonesia, Kemenkes RI mencatat lonjakan kasus depresi dan kecemasan pada remaja hingga 25 persen dalam dua tahun terakhir.
Tokoh Bagong, yang selama ini dikenal jenaka dan ceria, diangkat menjadi simbol generasi muda yang menyembunyikan luka di balik tawa. Dalam pertunjukan ini, Bagong digambarkan sebagai korban bullying dan ketidakadilan, tetapi tetap tersenyum—cerminan dari banyak anak muda saat ini yang menyimpan kesedihan di balik unggahan media sosial.
“Generasi Z hidup dalam tekanan sosial yang luar biasa. Mereka terlihat aktif, tapi banyak yang menyimpan luka dalam diam. Kesenian bisa menjadi media aman dan efektif untuk mengekspresikan itu,” kata Henry.
Pagelaran ini menghadirkan musik orisinal ciptaan Henry Pranoto, serta kolaborasi dengan kecerdasan buatan (AI). Penonton diajak membedakan nuansa emosional antara karya manusia dan AI, menunjukkan bahwa teknologi bisa menjadi alat bantu ekspresi, bukan pengganti sisi kemanusiaan.
Set panggung dirancang hingga menjangkau ke dalam area penonton, menciptakan ruang intim yang membuat penonton tidak hanya menyaksikan, tapi juga merasakan langsung beban emosi para pemeran, termasuk kisah nyata korban kekerasan dalam rumah tangga dan bullying.