jpnn.com, JAKARTA - Di tengah melonjaknya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak awal 2025, gelombang seruan boikot terhadap produk-produk yang diduga terafiliasi dengan Israel yang masih berlanjut menciptakan tekanan ganda bagi dunia usaha nasional dan rantai pasoknya.
Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang terkena PHK, naik tujuh kali lipat dari 3.325 orang pada Januari menjadi 24.083 orang per April 2025.
Sepanjang 2024, angka PHK bahkan telah mencapai sekitar 80.000 orang. Hal ini mencerminkan tekanan struktural yang semakin kompleks dalam ekosistem ketenagakerjaan Indonesia.
Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Kemenaker Anwar Sanusi menyebut bahwa situasi PHK saat ini menjadi makin dilematis dengan adanya dinamika sosial dari seruan boikot.
“Dari perspektif ketenagakerjaan sendiri kita terus berupaya menjembatani hal ini, namun tentu tidak mudah,” kata Anwar ketika dikonfirmasi.
Pemerintah, lanjutnya, saat ini tengah melakukan komunikasi lintas pihak untuk mendapatkan masukan dalam merumuskan mitigasi terkait persoalan tersebut, yang tidak hanya adil, tetapi juga tepat sasaran.
Menurut data lain dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dalam kurun waktu Januari hingga Februari 2025 ada 60.000 buruh dari 50 perusahaan mengalami PHK.
Atas gelombang PHK besar-besaran ini, KSPI pun mendesak Kemnaker agar segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) PHK untuk menangani persoalan secara menyeluruh.