jpnn.com, JAKARTA - Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menyatakan kesepakatan transfer data antara Indonesia dan Amerika Serikat yang merupakan bagian dari kesepakatan tarif impor, hanya untuk kepentingan pertukaran barang dan jasa tertentu.
Pernyataan Hasan tersebut berkaitan dengan salah satu komitmen yang diambil Indonesia dalam kesepakatan tarif impor, yakni memberikan kepastian terkait pemindahan data pribadi ke Amerika Serikat, di mana hal tersebut dijelaskan dalam keterangan resmi yang dikeluarkan Gedung Putih, Rabu.
"Tujuan ini adalah semua komersial bukan untuk data kita dikelola oleh orang lain, dan bukan pula kita kelola data orang lain. Kira-kira seperti itu. Itu untuk pertukaran barang jasa tertentu yang nanti bisa jadi bercabang dua, dia bisa jadi bahan bermanfaat tetapi juga bisa jadi barang yang berbahaya seperti bom. Itu butuh keterbukaan data, siapa pembeli siapa penjual," kata Hasan Nasbi dikutip dari Antara.
Hasan menjelaskan bahwa pertukaran data untuk barang dan jasa tersebut merupakan bagian dari manajemen strategi.
Dia mencontohkan barang tertentu, misalnya produk kimia, yakni gliserol sawit yang bisa diolah menjadi bahan baku pupuk, bahkan bom.
Perdagangan barang seperti ini, kata Hasan, membutuhkan transparansi data agar tidak menjadi produk yang bisa membahayakan.
Hasan menekankan bahwa barang tertentu yang bisa memberikan manfaat, sekaligus bahaya, membutuhkan keterbukaan data penjual dan pembeli.
Dia pun membantah kesepakatan pemindahan data antara Pemerintah Indonesia dan AS mencakup data pribadi. Hal itu karena Indonesia memiliki Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.